A minute for myself

Rabu, 02 Juni 2010



Suatu pelajaran kehidupan akan menjadi lebih berharga, seandainya kitalah yang mengalaminya an merenungkannya sendiri.
Maka dari itu, sebagus dan semengena apapun sebuah pepatah mengenai potongan mozaik pelajaran berharga kehidupan yang dikatakan oleh orang sukes yang patut dijadikan seorang inspirator, sulit untuk mematrinya di dalam hati dan merangkaikannnya kembali dalam bentuk kata-kata untuk diucapkan ataupun dituliskan, kecuali bila pepatah itu sesuai dengan keadaan kita saat itu yang memainkan peran sebagai pengonsumsi, baik pendengar maupun pembaca.
Karena manusia adalah makhluk yang demikian adanya.
Seringkali seseorang melupakan apa pelajaran berharga yang bisa diambil dalam suatu kejadian, terlalu hanyut dalam rutinitas, terlalu ambisius mengejar target buta, terlalu sibuk untuk memikirkan hal yang bersifat perasaan kemanusiaan, terlalu lelah untuk memikirkan perkara suatu hal yang dianggap remeh temeh, terlalu malas untuk merenungkan apa yang terjadi dalam sehari penuh siang tadi.
Tak ada waktu untuk diri sendiri. Walaupun hanya satu menit.
Bekerja bekerja bekerja terus bekerja, sampai akhirnya di penghujung minggu saat pekerjaan itu telah lunas, terjebaklah manusia dalam sebuah kotak yang terkunci dalam kehampaan. Kehampaan itu memborgol kuat kaki dan tangan, napas dan detak jantung, penglihatan dan pendengaran.
Padahal hanya satu menit meminta untuk merenung dalam satu hari, dalam ibadah, dalam menyambut pagi, dalam angkot saat sarapan dan berangkat di pagi hari, dalam jam makan siang, dalam perjalanan pulang di sore hari, dalam jam makan malam, sampai pengantar tidur di malam hari, kapanpun bisa.
Tapi, mengapa sulit sekali rasanya untuk memenangkan satu menit itu, waktu di jam dinding seakan bergerak sepuluh kali lebih cepat.
Seseorang pernah mengatakan” ikatlah ilmu dengan menuliskannya”, manfaatkanlah kemampuan menulis tiap individu dan kembangkanlah, hasil perenungan akan menjadi pelajaran berharga, dan segala sesuatu yang bertitel pelajaran maka adalah sebuah ilmu. Bagaimana kita bisa mengikatnya jika kita tidak mau merenung barang semenit pun?
Mengapa tidak dalam hitungan semenit ke bawah?, karena perenungan memerlukan pemikiran yang mendalam yang takkan cukup bila hanya beberapa detik dibawah satu menit.
Namun, saat berada diambang batas kehampaan, beranikan diri untuk mengingat kejadian apa yang paling menyenangkan, mengharukan, menyedihkan, menghebohkan, membingungkan, memalukan, mencengangkan, membanggakan dan masih banyak lagi, karena manusia senang dengan sesuatu yang tidak biasa, memulai melakukan sesuatu dari sesuatu yang kita senangi akan amat menyenangkan bukan?

Tak usah terburu-buru, santai saja, dan jangan pernah anggap ini sebagai suatu keharusan, namun kebutuhan.
Karena sebuah pelajaran berharga akan membut kita lebih bijaksana dan pelajaran berharga akan lebih bermakna bila kita merenungkannya.

0 komentar: