Totto-chan & her childern of the world's Spirit is in Me...

Rabu, 25 Agustus 2010

“Aku ingin mati” ujarku pada diri sendiri.
“… itu lebih baik, jauh lebih baik, tentunya yang kumaksud adalah surga tujuannya”
Saat kurenungkan kata-kata itu, aku menyadari satu hal, aku hanya menjadikan kematian sebagai pelarian.
Aku rasa itu adalah suatu hal yang munafik dan membuatku menundukkan kepala karena malu kepada Tuhan.
Dengan mudahnya, aku yang tak tahu apa-apa, barangkali belum tahu apa-apa tentang kehidupan ini, menyalahkan kehidupan dan memusuhinya dan dengan seenaknya meminta kematian kepada Tuhan hanya karena alasan sedikit tidak nyaman akan kehidupan sekarang dan takut akan masa depan.
Benar-benar pengecut, ujarku mengutuki diri.
Karena aku telah mendengar beberapa alasan yang lebih pantas untuk dijadikan sebuah alasan mengapa meminta kematian kepada Tuhan.
Tanpa sengaja, sebuah buku di rak berdebu kulirik dan kutarik cepat. Sekenanya.
Toto-chan’s Childern:”A Good Will Journey to the Children of the World” (Anak-Anak Totto-chan:”Pejalanan Kemanusiaan untuk Anak-Anak Dunia”)

Buku yang kubeli satu bulan yang lalu yang belum sempat kubaca…
Dengan perasaan seperti sekarang, biasanya aku tidak berniat untuk membaca sama sekali, aku yang biasanya akan tidur untuk agak bisa melupakan sedikit kejengahan yang akupun tak tahu sebabnya.
Namun, kali ini, entah mengapa, tanganku membandel untuk membuka satu persatu halaman buku itu, sebuah foto dua halaman penuh menyambutku, foto Tetsuko Kuroyanagi-san (Totto-chan) berlari bersama anak-anak kulit hitam yang kumal bertelanjang kaki, dan memakai pakaian seadanya, namun amat bersemangat, seakan tidak pernah mengenal keputusasaan dalam hidup keras yang mereka jalani saat itu.


di halaman selanjutnya, Tetsuko-san berfoto sambil memeluk seorang anak berkulit hitam , entah mengapa terpancar ketulusan mendalam di mata Tetsuko-san dan perasaan kesepian di mata si anak kulit hitam.

Hingga aku sampai pada halaman selanjutnya, bertuliskan:
“Buku ini kupersembahkan kepada 180 juta anak yang
meninggal karena kekurangan gizi, penyakit menular,
atau perang saudara, anak-anak yang selalu
memercayai orang dewasa dan tak pernah
mengeluh, dalam kurun waktu tiga belas tahun
selama aku menjadi Duta Kemanusiaan UNICEF
sejak tahun 1984 sampai 1997.
Beristirahatlah dalam damai, anak-anak”.

Aku dari dulu, selalu bercita-cita untuk menjadi seorang pekerja sosial, tapi Tuhan menunjukkan jalan berbeda untuk menjadikanku seorang ahli komunikasi, namun aku sudah mengerti akan hal itu, bahwa dengan hal tersebut, aku bisa mengembangkan lebih jauh jiwa kemanusiaanku.
Namun, terkadang hal ini luput dari pemikiranku sedikit demi sedikit,karena terlalu asyiknya bergumul dengan dunia komunikasi.
Maka, tanpa menunggu lebih lama lagi, aku puaskan keinginanku untuk membaca kisah Tetsuko-san yang menuturkan secara langsung kisahnya dalam membawa pesan perdamaian dan kasih sayang bagi anak-anak dunia.
Selama membacanya, aku tak pernah berhenti meneteskan air mata di setiap babnya, meskipun aku mencoba untuk menahannya seperti ketegaran yang dilukiskan Tetsuko-san dalam penuturannya.
Ceritanya memang dikemas dengan keharuan berbalut ketegaran dan semangat, namun hal yang membuatku mencapai klimaks kesedihan adalah seolah-olah cerita ini membangkitkan cita-citaku kembali untuk menjadi seorang pekerja sosial yang kemarin sempat mengendap.
Subhanallah, satu kata yang terucap di bibirku, sekan-akan menyadari bahwa aku masih hidup di dunia nyata, masih nernafas, masih memiliki degup jantung dan yang terpenting masih memiliki kesempatan dan masa depan.
Dan sekarang… aku tahu, mengapa Tuhan menakdirkanku hidup di dunia ini, dan mengapa Tuhan belum mengambil nyawa yang dititipkaNya padaku, karena aku masih harus mengemban sebuah tugas, yaitu menjadi khalifah di muka bumi ini yang membawa kemaslahatan—kesejahteraan bagi orang banyak.
Aku kembali menunduk dalam sepi, menekuri kata per kata di dalam buku itu.

EPILOG
Semua anak yang kutemui sangatlah cantik.
Anak-anak yangtertawa, anak-anak yang jail,
Anak perempuan kecil yang menggendong bayi si punggung
Anak laki-laki yang memamerkan kemampuan bersalto.
Anak-anak yang bernyanyi bersamaku, anak-anak yang mengikutiku ke mana-mana.
Aku bertemu segala macam anak.
Juga anak-anak yang orang tua dan saudara-saudaranya dibunuh tepat di depan mata mereka.
Anak –anak yang kaki dan tangannya dipotong oleh tentara gerilya,
Anak-anak perempuan yang orang tuanya hilang, meninggalkan mereka bersama adik bayi yang harus dirawat.
Anak-anak lelaki yang bersedih karena teman-teman, juga binatang peliharaan mereka mati akibat kelaparan.
Anak-anak yang rumah dan sekolahnya hancur.
Yatim piatu, yang digiring dari satu kamp ke kamp lain.
Anak-anak yang bekerja sebagai pelacur untuk menyokong keluarga.
Namun,bahkan dalam situasi semengerikan itu,
Mereka berkata tidak satu anak pun memilih bunuh diri.
Tidak satu pun, di kamp pengungsian mana pun, meskipun mereka tidak memiliki masa depan dan harapan.
Aku menanyakan hal ini ke mana pun aku pergi.
“tidakkah anak-anak ini bunuh diri?”
“tidak, tidak satu pun”
Dan aku menangis.

Saat aku melihat bayi-bayi yang kurus, hamper seperti tengkorak hidup, berjalan lewat denan sekuat tenaga dan keinginan, aku menangis.
Aku ingin berteriak keras-keras, “di Jepang, anak-anak bunuh diri!”
Apakah ada yang lebih menyedihkan?
Apakah arti kemakmuran? Apa itu kelimpahan?
Setelah bertemu berbagai macam anak, aku ingin mengatakan hal pada anak-anak Jepang
Jika kalian sedih melihat anak-anak di Negara berkembang, yang kalian temui di buku ini, dan ingin membantu mereka,
Katakana sekarang kepada teman yang duduk di sebelahmu,
“mari berdamai, mari bergandengan tangan dan menjalani hidup bersama.”
Di sekolah dasarku—sekolah Totto-chan—ada beberapa murid yang cacat.
Sahabatku adalah anak laki-laki penderita polio.
Tapi tak sekali pun kepala sekolah berkata,
“bersikap baiklah pada anak-anak itu” atau “ bantulah mereka”
Yang selalu ia katakan adalah,
“semua orang sama. Marilah kita semua bersahabat.”
Hanya itu.
Jadi kami melakukan segala hal bersama-sama.
Setiap orang butuh sahabat, teman untuk tertawa.
Anak-anak yang kelaparan pun ingin menjadi temanmu.
Itulah yang ingin kusampaikan padamu.
Tetsuko Kuroyanagi (Totto-chan, Totto yang ternyata dalam bahasa berarti “anak”).

0 komentar: